Dokumentasi Berita


Anak Korban Sampang Ingin Pindah Sekolah


REPUBLIKA.CO.ID, SAMPANG -- Sebagian anak-anak Syiah korban kekerasan di Sampang, Madura, Jawa Timur, menginginkan pindah sekolah ke luar Madura. Namun, mereka terkendala surat izin pindah dari sekolah setempat.

"Yang menjadi kendala bagi?anak-anak yang ingin pindah ini adalah sulit mendapatkan surat pindah dari sekolah setempat," kata koordinator relawan kemanusiaan tragedi Sampang dari Kontras Surabaya, Miftahul Khoir, Jumat (31/8).

Ia menjelaskan, ada sekitar enam orang tua anak Syiah yang kini memutuskan meminta anak-anaknya belajar di luar Madura, seperti Pasuruan, Malang, dan Surabaya. Mereka telah mengurus izin pindah kepada kepala sekolahnya masing-masing, akan tetapi dipersulit dengan alasan karena konflik belum berakhir.

Miftahul mengemukakan, telah melaporkan kendala itu kepada Komisi III DPR saat melakukan kunjungan ke lokasi kejadian dan tempat penampangan pengungsi di gedung olahraga (GOR) Sampang. "Kami berharap, agar laporan ini segera mendapatkan tanggapan, karena saat ini kegiatan belajar mengajar kan sudah efektif," katanya menjelaskan.

Sementara, sambung dia, kendatipun ada fasilitas belajar bagi anak-anak pengungsi di Sampang, namun kondisinya belum memadai, dan sangat terbatas. Menurut dia, keinginan pindah sekolah anak-anak korban kerusuhan itu, karena mereka mengaku trauma dengan tragedi penyerangan terhadap kelompok Syiah.

Kasus penyerangan kelompok Islam Syiah di Dusun Nanggernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang, Madura, kali ini merupakan kali kedua dalam dua tahun terakhir ini. Aksi serupa juga terjadi pada tanggal 29 - 30 Desember 2011. Ketika itu rumah pimpinan Islam Syiah, mushalla dan madrasah kelompok Islam minoritas ini diserang oleh sekelompok massa./ Jumat, 31 Agustus 2012, 14:02 WIB


KPAI: Kekerasan Terhadap Anak Terbanyak Di Keluarga
Penulis : Joe Leribun | Selasa, 11 September 2012 | 21:48 WIB


JAKARTA, Kompas.com - Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Januari-Agustus 2012 mencatat terdapat 3.332 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Ironisnya dari data tersebut, keluarga menjadi tempat terbanyak terjadinya kekerasan terhadap anak, yakni sebanyak 496 kasus, menyusul dalam bidang pendidikan, yakni mencapai 470 kasus. Lalu pada urutan ketiga kasus kekerasan terhadap anak dibidang agama yakni 195 kasus.

Sekretaris KPAI Muhammad Ihsan mengatakan, beberapa bentuk kasus kekerasan terhadap anak dalam keluarga antara lain, perebutan hak kuasa asuh, akses bertemu anak, anak kabur dari rumah, penelantaran anak dan pengasuhan anak bermasalah.

Sedangkan kekerasan terhadap anak dalam dunia pendidikan berupa tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, bullying, dan anak korban pungli.

Kondisi ini sudah sangat mengkhawatirkan, khususnya dalam lingkungan keluarga, apalagi sebagian besar kasus itu terjadi di perkotaan.

Berdasarkan data pada Januari-Agustus 2012, terdapat 178 pengaduan kekerasan terhadap anak dalam keluarga di Jakarta.

"Himpitan ekonomi membuat tingkat stres yang tinggi di kota, menjadi salah satu penyebab kekerasan terhadap anak. Selain itu pelaku juga mungkin mengalami kejadiaan yang sama pada masa kecilnya, lalu sistem itu diteruskan pada anak-anak mereka," jelasnya.

Muhammad Ihsan juga mengatakan ada bermacam-macam kategori dari kekerasan terhadap anak, bisa berupa kekerasan fisik, seksual, psikis, perbuatan asusila/pencabulan, pengeroyokan dan kecelakaan lalu lintas.
"Tetapi yang dominan kekerasan fisik, yakni 34 kasus dan kekerasan seksual 32 kasus," jelasnya.

Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang tidak diproses lebih lanjut disebabkan karena korban tidak mengetahui kemana mereka melakukan pengaduan, juga ada korban yang merasa yang mereka alami bukan sebuah tindakan kekerasan.

"Coba kita perhatikan dari 496 kasus kekerasan terhadap anak, ada 173 kasus yang korbannya langsung mengadu ke KPAI atau lembaga perlindungan anak lainnya, sedangkan jenis kekerasan yang kita himpun dari media masa selama delapan bulan terakhir mencapai 154 kasus, itu berarti masih banyak kekerasan terhadap anak yang tidak diproses lebih lanjut," jelas Ihsan.

Menurutnya, untuk meredam kekerasan terhadap anak, diperlukan keseriusan dari pemerintah dan masyarakat. "Kami hanya menunggu pengaduan dari masyarakat baru bertindak, karena itu, jika terjadi kekerasan terhadap anak, tetangga, RT, atau siapapun berhak melaporkannya ke polisi atau KPAI," jelas Ihsan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar